Kepemimpinan
Orde baru telah dibuat ricuh pada 15 januari 1974 oleh mahasiswa, 44 tahun lalu
sudah peristiwa ini terjadi. Pada awalnya ini hanyalah sebuah demo biasa yang
tidak lama kemudian terjadi kerusuhan. Kerusuhan itu bukan karena sesuatu hal
yang sepele, melainkan akibat dari rasa ketidakpuasan mahasiswa terhadap
pemerintahan Soeharto yang berkerjasama dengan pihak asing untuk pembangunan
nasional. Mahasiswa menganggap hal itu adalah sebuah kegagalan pemerintah dalam
memperhatikan rakyat, apalagi pada saat itu terjadi krisis ekonomi
besar-besaran. Dengan berkerjasama dengan pihak asing, ekonomi indonesia pada
saat itu akan semakin merosot.
Pada
14 januari 1974 , presiden Soeharto bersiap menjemput PM Jepang Kakuei Tanaka
yang akan mengunjungi jakarta selama 4 hari (14-17). Kunjungan ini tidak
seperti yang diinginkan presiden Soeharto, dimana kunjungan ini disambut oleh
demonstran mahasiswa yang menolak modal asing, terutama yang didominasi pihak
Jepang.
Mahasiswa
mencoba menerobos masuk lapangan udara Halim Perdanakusuma, tempat PM Tanaka
mendarat. Mereka membawa sejumlah atribut yang bertajuk penolakan modal asing.
Banyak dari poster-poster demonstran yang mengutarakan betapa bencinya mereka terhadap
Jepang. Namun perjuangan mahasiswa harus terhenti karena aparat keamanan sudah
menjaga ketat daerah itu. Kegagalan untuk menemui PM Tanaka membuat mahasiswa
keluar dan bergabung bersama rekan yang lain untuk melakukan pemblokiran
jalan-jalan sekitar lapangan Halim Perdanakusuma.
Keesokan
harinya, selasa 15 Januari 1974. Kerusuhan semakin menjadi-jadi dengan
dikomandoi Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia (DMUI) berkumpul di tengah
kota. Mereka membagikan selembaran kertas berisi tuntutan kepada pemerintah.
Demonstrasi semakin tidak terkontrol akibat dari membludaknya demonstran.
Mereka mulai memporak porandakan jakarta menjadi tempat yang penuh asap.
Kebakaran terjadi dimana-mana mulai dari motor, mobil , gedung-gedung, pabrik,
mall , semua mereka hancurkan. Termasuk pabrik milik asing Coca-Cola juga
menjadi tempat amukan demonstran.
Demonstrasi
dan kerusuhan yang terjadi terang menjadi aib bagi Soeharto di hadapan tamunya,
PM Tanaka. Soeharto menjelaskan kepada PM Tanaka bahwa masih tersisa perasaan
anti-jepang di hati rakyat Indonesia. Untuk itu ia mengajukan dua masalah
penting kepada pihak jepang. Masalah pertama adalah berkaitan dengan pelimpahan
skill dan pengetahuan (dari jepang) kepada bangsa indonesia dan yang kedua, ia
meminta keberadaan partisipasi modal bangsa Indonesia dalam investasi-investasi
Jepang di Indonesia.
Menurut
informasi yang disebarluaskan pemerintah, Peristiwa Malari adalah bukti adanya
pihak-pihak yang ingin menggulingkan kekuasaan pemerintah yang sah.
Keterkejutan tidak hanya menjadi milik Soeharto. Meskipun beberapa hari
sebelumnya telah mendengar kabar dari para stafnya tentang protes-protes yang
gencar dilancarkan oleh para mahasiswa Indonesia terhadap perusahaan-perusahaan
Jepang, tak urung sambutan tak ramah mahasiswa Indonesia membuat kaget perdana
Menteri Kakuei Tanaka. Dengan wajah yang diusahakan terlihat tenang, PM Tanaka
menjelaskan bahwa pemerintah jepang tidak bermaksud untuk mendominasi negara
lain. Konkretnya, jepang akan membentuk sebuah lembaga yang akan mengatur dan
membimbing pengusaha-pengusaha jepang yang ingin menanamkan modalnya di
Indonesia.
Berang
dengan sikap mahasiswa yang menunjukkan kecenderungan lepas tangan atas
terjadinya Malari, Soemitro memerintahkan pada Soedomo agar menangkap hariman
siregar dan DMUI. " mereka sudah bukan anak-anak lagi. Harus
mempertanggungjawabkan perbuatan mereka," tegas Soemitro.
Sekurang-kurangnya 11 orang meninggal, 300 luka-luka, dan 775 orang ditahan.
Sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor rusak, 144 bangunan terbakar dan 160 kg
emas dirampok dari toko-toko perhiasan. Sebuah catatan kelam yang nyaris saja
meruntuhkan kekuasaan Soeharto.
Pada
pengadilannya, tanpa bisa dicegah, Hariman Siregar telah dianggap menjadi motor
utama penggerak mahasiswa yang berujung pada huru-hara massa. Sebagai Ketua
Dewan Mahasiswa UI, ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan
pengadilan.[6] Hariman Siregar lahir pada tahun 1950. Sejak 1959 ia pindah ke
jakarta dan diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia pada tahun 1968. Pada 30 juni 1973, ia terpilih menjadi Ketua DMUI.
Sebelumnya, tak ada yang menyangka kalau Hariman Siregar akan terpilih menjadi
ketua DMUI mengingat dominasi orang-orang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat
itu.
Kesimpulan
Peristiwa Malapetaka 15 januari 1974 (malari) telah lama berlalu, namun
teka-teki apa yang sesungguhnya terjadi dan siapa yang berada di balik
huru-hara yang hampir menghanguskan kota jakarta masih belum terpecahkan.
Hariman siregar (ketua Dewan Mahasiswa UI) dan beberapa orang yang dituduh
menjadi antek PSI-Masyumi, memang telah dijebloskan ke penjara. Tetapi dalang
sebenarnya tetap menjadi misteri.
Nama Ali Moertopo (Opsus/Aspri) dan Soemitro (Pangkopkamtib) disebut-sebut
menjadi pemicu ledakan yang nyaris mengguncang kursi kekuasaan Soeharto.
Keduanya dikatakan saling berebut pengaruh untuk menggantikan Soeharto.
Daftar Pustaka